GAMBARAN UMUM HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA SEBELUM TAP. MPRS NO. XX/MPRS/1966
Disusun oleh: I’ib Sutera Aru Persada
A.
1.
Terdapat
beberapa ketentuan dalam UUD 1945 sebelum perubahan yang berkaitan dengan
pembentukan Undang-Undang, terdapat pada
Pasal 5, Pasal 20, Pasal 22. UUD 1945 sebelum perubahan hanya mengenal 3 jenis
peraturan perundang-undangan diluar UUD, yaitu Undang-Undang (UU), Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU), dan Peraturan Pemerintah (PP). Pada
masa awal kemerdekaan, yaitu pada masa berlakunya UUD 1945 pertama kali tahun
1945 sampai dengan 1949 selain 3 jenis peraturan perundang-undangan tersebut
juga terdapat berbagai jenis peraturan perundang-undangan lainnya yang
berkembang dalam praktik, yaitu Penetapan Presiden, Peraturan Presiden
(Perpres), Penetapan Pemerintah (PP), Maklumat Pemerintah, dan Maklumat
Presiden.
Dalam
praktik, pemakaian nama dan muatan materi dari masing-masing peraturan
perndangan-undangan tersebut tidak pasti, mengalamai kerancuan, dan tidak
konsisten. Hirarki dari kelima jenis peraturan perundang-undangan tersebut juga
tidak jelas. Sebagai contoh adalah jenis peraturan perundang-undangan saat itu
yang berupa Maklumat. Menurut Moch. Tolchah Mansoer, digunakannya istilah atau
nama Maklumat karena pada waktu itu memang belum sempat memikirkan apakah nama
produk yang dibuat oleh Presiden, Menteri, Komite Nasional dan sebagainya.
Tolchah Mansoer sependapat dengan AG Pringgodigdo yang menyatakan Maklumat itu
sebagai “Dekrit”. Memang tidak ada penjelasan yang bisa dijadikan petunjuk
mengapa dan bila mana suatu jenis peraturan perundang-undangan disebut dengan
Maklumat. Tampaknya Maklumat dipakai sebagai alternatif bagi jenis peraturan
perundang-undangan yang tidak dapat dikategorikan dalam bentuk UU atau
Peraturan Pemerintah. Karena disamping Maklumat, pemerintah juga sudah
mengeluarkan produk-produk hukum lain yang disebut dalam UUD 1945, berupa
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, seperti UU No. 1 Tahun 1945 tentang
Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah yang ditetapkan tanggal 23
November 1945 dan PP No. 1 Tahun 1945 tentang mulai berlakunya UU dan PP yang
ditetapkan tanggal 10 Oktober 1945, dan UU serta PP lainnya.
Penggunaan
istilah Maklumat sendiri juga tidak konsisten, ada yang disebut Maklumat
Pemerintah, Maklumat Presiden, dan Maklumat Wakil Presiden. Begitu pula dengan
muatan materinya, ada yang berisi muatan materi UUD, ada yang berisi muatan
materi UU, ada yang berisi muatan materi dibawah UU, ada yang hanya berisi
pengumuman, dan Instruksi Pemerintah, seperti Maklumat Pemerintah tanggal 28
Desember 1945 tentang Kewajiban Tentara Inggris. Proses pembentukannya juga
tidak seragam, ada maklumat yang dikeluarkan berdasarkan usul Komite Nasional
Pusat, sehingga dapat dikatakan sebagai karya bersama antara Presiden dan
Komite Nasional Pusat, ada Maklumat yang hanya merupakan Karya atau Inisiatif
Presiden sendiri tanpa mengikut sertakan Komite Nasional. Seperti Maklumat
Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 berisi muatan setara dengan UUD
dikeluarkan atas kesepakatan bersama antara Komite Nasional Pusat dengan
Pemerintah, sedang Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 tentang anjuran
pemerintah membentuk partai politik yang mengandung materi muatan UU dan
dikeluarkan atas persetujuan bersama antara Komite Nasional Pusat dengan
Pemerintah. Sedangkan Mkalumat Pemerintah tanggal 13 November 1945 tentang
peristiwa Surabaya yang dikeluarkan atas inisiatif Presiden sendiri. Adapula
Maklumat Presiden tanggal 28 Juni 1946 tentang pengambil-alihan Pemerintah ke
tangan Presiden untuk sementara waktu. Menurut Tolchah M., tampaknya pemerintah
saat itu menggunakan nama Maklumat dalam berbagai arti. Jenis peraturan
perundang-undangan berupa Maklumat ini, baik yang berupa maklumat Presiden
maupun Maklumat Pemerintah, tidak pernah lagi digunakan setelah Maklumat
Pemerintah No. 3 tanggal 2 Oktober 1946 tentang susunan Kabinet Syahrir III.
Baru
kemudian pada tanggal 1950 pemerintah RI Yogyakarta menetapkan UU yang mengatur
tentang jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan, yaitu UU No. 1 Tahun
1950 tentang Peraturan tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Pusat. Menurut UU tersebut jenis peraturan-peratiran Pemerintah
Pusat ialah UU dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU),
Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri. Urutan peraturan-peraturan
Pemerintah Pusat tersebut merupakan urutan tingkat kekuatan.
2.
Jenis, Hirarki, dan Proses Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan Masa Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950
Pada
masa pemerintahan Republik Indonesia Serikat, menurut Konstitusi RIS 1949 jenis
dan hirarki peraturan perundang-undangan terdiri dari Undang-Undang Federasi,
Undang-Undang Darurat, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan-peraturan Pelaksana.
Jenis
peraturan perundang-undangan di atas berlaku bagi Pemerintahan Federal,
sedangkan bagi negara-negara bagian juga berlaku jenis peraturan
perundang-undangan yang sebelumnya sudah ada dan berlaku bagi Negara RI
Yogyakarta, serta peraturan perundang-undangan zaman pemrintahan Hindia Belanda
bagi negara-negara bagian lain.
Sedangkan
pada masa berlakunya UUDS 1950 jenis hirarki peraturan perundang-undangan yang
ada terdiri dari Undang-Undang, Undang-Undang Darurat, Peraturan Pemerintah,
dan Keputusan Presiden.
Jenis
dan hirarki peraturan perundang-undangan menurut Konsstitusi RIS dan UUDS 1950
boleh dikatakan sama, perbedaannya hanya terletak pada secara eksplisitnya
Keputusan Presiden disebut sebagai jenis peraturan pelaksana pada UUDS 1950,
sedangkan dalam Konstitusi RIS hanya menyebut Peraturan Pelaksana secara umum
tanpa menyebut bentuk dari peraturan pelaksana tersebut apa. Namun dalam
praktiknya Keputusan Presiden ini merupakan bentuk peraturan pelaksana yang
banyak dipakai dalam kurun waktu berlakunya kedua konstitusi tersebut, baik
Keputusan Presiden yang bersifat penetapan maupun yang bersifat pengaturan,
disampiing peraturan-peraturan pelaksana lainnya.
3. Jenis,
Hirarki, dan Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Masa Orde Lama
(Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 s/d 1966)
Setelah
berlakunya kembali UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 jenis dan
hirarki peraturan perundang-undangan juga mengalami perubahan. Karena jenis
peraturan perundang-undangan sebagaimana yang disebutkan dalam UUD 1945 sebelum
perubahan yang terdiri dari UU, PERPU,
dan PP, dipandang belum belum dapat memenuhi kebutuhan, maka Presiden Soekarno
berkirim surat kepada Ketua DPR-GR yang isinya perlunya dikeluarkan jenis-jenis
peraturan perundang-undangan yang lain di samping ketiga jenis peraturan
perundang-undangan yang telah disebut dalam UUD 1945 (sebelum perubahan).
Jenis-jenis peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah:
a. Penetapan
Presiden, untuk melaksanakan Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang
tanggal 5 Juli 1959, tentang Kembali Kepada Undang-Undang Dasar 1945.
b. Peraturan
Presiden, yaitu Peraturan Presiden yang dikeluarkan berdasarkan Pasal 4 ayat
(1) UUD 1945. Serta, Peraturan Presiden yang untuk melaksanakan Pentapan
Presiden.
c. Peraturan
Pemerintah, untuk melaksanakan Peraturan Presdien (Bukan Peraturan Pemerintah
sebagaimana diamksudkan oleh Pasal 5 ayat [2] UUD 1945).
d. Keputusan
Presiden, untuk melaksanakan Peraturan Presiden dalam melakukan atau meresmikan
pengangkatan-pengangkatan.
e. Peraturan
Menteri, untuk mengatur sesuatu yang dibuat oleh Departemen-departemen.
f. Keputusan
Menteri, untuk melaksanakan atau meresmikan pengangkatan-pengangkatan.
Surat
Presiden tersebut mendapatkan respon dan persetujuan dari DPR-GR dan juga MPRS
melalui Surat Ketua DPR-GR No. 12324/DPR-GR yang ditujukan kepada Presiden dan
Memorandum Pimpinan MPRS No. 1168/U/MPRS/1961 tanggal 12 Mei 1961.
Dikeluarkannya
berbagai bentuk peraturan perundang-undangan tersebut ternyata telah
menimbulkan ekses terjadinya kekacauan tata urutan peraturan
perundang-undangan, terutama tata urutan antara UU dan Pentapan Presiden serta
antara PP dan Perpres. Berdasarkan surat Presiden kepada Ketua DPR-GR tersebut,
Pnetapan Presiden dimaksudkan untu melaksanakan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan
Peraturan Presdien dikeluarkan berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 (Sebelum
perubahan) dan untuk melaksanakan Pentapan Presiden, sedangkan UU dikeluarkan
untuk melaksanakan UUD 1945 dan PP dikeluarkan sesuai dengan Pasal 5 ayat (2)
UUD 1945 (Sebelum perubahan).
Dalam
pelaksanaannya ternayata banyak menteri yang seharusnya diatur dengan UU diatur
dengan Pentapan Presiden atau dengan Peraturan Presiden atau dengan PERPU.
Begitu pula banyak Peraturan Presiden yang berisi muatan materi yang sehartusnya
diatur oleh PP, bahkan ada juga Peraturan Presiden yang mengandung materi
muatan yang seharusnya diatur UU.
Menurut
A. Hamid S. Attamimi landasan teoritis yang digunakan untuk mengeluarkan bentuk
peraturan perundang-undangan yang berupa Pentepan Presiden dan Preaturan
Presiden sebagaimana dikemukakan dalam surat Presiden kepada Ketua DPR-GR
sepintas lalu tampak kuat, namun jika dianalisis secara seksama akan terlihat
kelemahan-kelemahan.
Daftar Pustaka
1.
Republik
Indonesia Serikat, Konstitusi Sementara
Republik Indonesia Serikat Tahun 1949
2.
Isra
Saldi, 2010, Pergeseran Fungsi Legislasi
Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem Pemerintahan Presidensial, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
3.
Republik
Indonesia, Undang-undang Dasar Sementara
Tahun 1950 (Lembaran Negara RI Tahun 1950 Nomor 56).
4.
Attamimi
A. Hamid S., 1999, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia
dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, Disertasi Fakultas Pascasarjana
Universitas Indonesia.
5.
Al
Atok Dr. Rosyid, 2015, Konsep Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, Setara Pers, Malang.
Comments
Post a Comment